Example 728x250
Daftar Penyakit

Benarkah Lansia Berisiko Terkena Sindrom Cauda Equina?

104
×

Benarkah Lansia Berisiko Terkena Sindrom Cauda Equina?

Sebarkan artikel ini
Lansia Berisiko Terkena Sindrom Cauda Equina?


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sindrom cauda equina terjadi ketika sekumpulan akar saraf di bagian bawah saraf tulang belakang mengalami tekanan. Akar saraf ini memiliki peran sebagai penghubung antara otak dan organ tubuh bagian bawah, dalam mengirim dan menerima sinyal sensorik dan motorik, dari dan menuju tungkai, kaki, dan organ panggul.

Ketika akar saraf tertekan, sinyal akan terputus, memengaruhi fungsi bagian tubuh tertentu, dan menimbulkan berbagai gejala. Namun, gejala sindrom cauda equina dapat bervariasi, berkembang secara bertahap, dan terkadang menyerupai gejala penyakit lainnya, sehingga sulit untuk terdiagnosis.

Gejala yang dapat muncul adalah:

  • Nyeri hebat di punggung bagian bawah.
  • Nyeri di sepanjang saraf panggul (skiatika), baik pada satu atau kedua tungkai.
  • Mati rasa di area pangkal paha.
  • Gangguan buang air besar dan buang air kecil.
  • Berkurang atau hilangnya refleks anggota tubuh bagian bawah.
  • Otot tungkai melemah.

Bila kamu mengalami berbagai gejala tersebut, jangan ragu untuk segera mendiskusikannya dengan dokter. Hal ini bertujuan agar deteksi dan penanganan terhadap gangguan kesehatan dapat dilakukan sedari dini. Melalui aplikasi Halodoc, kamu dapat menghubungi dokter spesialis terpercaya lewat fitur chat/video call secara langsung. Bila perlu ke rumah sakit, kamu juga dapat menikmati kemudahan buat janji dengan dokter di rumah sakit pilihanmu, tanpa perlu mengantre lama melalui aplikasi Halodoc. Jadi tunggu apa lagi? Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang!

Ini Cara Memastikan Diagnosis Sindrom Cauda Equina

Untuk memastikan diagnosis sindrom cauda equina, dokter dapat memeriksa keluhan dan gejala yang timbul. Pemeriksaan ini dilakukan melalui pemeriksaan fisik. Selama pemeriksaan fisik berlangsung, dokter akan menguji keseimbangan, kekuatan, koordinasi, dan refleks pada tungkai dan kaki pasien. Caranya adalah dengan menginstruksikan pasien untuk:

  • Berjalan dengan tumit dan jari kaki.
  • Mengangkat kaki dalam posisi berbaring.
  • Membungkukkan tubuh ke depan, belakang, dan samping.

Selain pemeriksaan fisik, tes pencitraan juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis pasien, seperti:

  • Mielografi, yaitu prosedur pemeriksaan tulang belakang dengan menggunakan sinar-X dan cairan kontras yang disuntikkan ke dalam jaringan sekitar tulang belakang. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan tekanan yang terjadi pada saraf tulang belakang.
  • CT scan, untuk menghasilkan gambar kondisi sumsum tulang belakang dan jaringan sekitarnya dari berbagai sudut.
  • MRI, untuk menghasilkan gambar detail sumsum tulang belakang, akar saraf, dan area sekitar tulang belakang.
  • Elektromiografi, untuk mengevaluasi dan merekam aktivitas elektrik yang dihasilkan oleh otot dan sel saraf. Hasil elektromiografi dapat melihat gangguan fungsi saraf dan otot.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *