Example 728x250
BerandaDaftar Penyakit

Bijaklah Terhadap Lingkunganm, Jadikan PHBS Gaya Hidup Abadi

113
×

Bijaklah Terhadap Lingkunganm, Jadikan PHBS Gaya Hidup Abadi

Sebarkan artikel ini


#Virus Cacar Monyet (Monkeypox) Datang Lagi
#Virus Kelelawar (Covid-19) Belum Berlalu
Bijaklah Terhadap Lingkunganm, Jadikan PHBS Gaya Hidup Abadi

Penulis
: Dr.Abidinsyah Siregar, DHSM, MBA, MKes*

GOLANSIA.COM – Dokter Tedros Adhanom Ghebreyesus kembali membuat pernyataan Global, setelah 11 Maret 2020 menyatakan Coronavirus yang menyebar dari Negeri China sejak akhir 2019 keseluruh dunia dinyatakan sebagai Pandemi, dan Virusnya dinamakan Covid-19 untuk menandakan tahun ditemukannya sang virus tahun 2019. Sangat diduga Covid-19 berasal dari inang Kelelawar, yang habitatnya luas di kota Wuhan, China.

Bulan yang lalu Dr.Tedros yang dikenal sebagai Direktur Jenderal WHO, persisnya pada 23 Juli 2022 menyatakan bahwa virus cacar monyet (Monkeypox) yang berasal dari Afrika Tengah sudah ditemukan dibeberapa Negara dan menyatakan sebagai Darurat Kesehatan Global.

Disebut Darurat Kesehatan Global, karena ada kondisi tidak biasa yang ditunjukkan oleh wabah virus cacar monyet tersebut. Sebaran virus sudah menjangkau lebih 75 Negara dengan jumlah kasus lebih 40 ribuan dengan kematian belasan orang. Angka kematian sangat kecil karena fatalitasnya yang memang sangat kecil.

Kasus pertama di Indonesia diumumkan Menkes Budi, ditemukan pada pertengahan Agustus yaitu seorang pria warga Jakarta usia 27 tahun yang mempunyai riwayat perjalanan dari luar negeri. Sudah dirawat dan kondisinya baik dan tidak fatal.

Virus Covid-19 dan Virus Monkeypox
Virus Covid-19 belum berakhir, jumlah kasus harian Indonesia masih ada dan mengancam. Pada 21 Agustus 2022 dilaporkan lebih 5 ribuan kasus terkonfirmasi positif. Dan hampir 600 orang masih dalam status aktif dalam perawatan.

Total 6,3 juta orang Indonesia sudah terinfeksi dan 157.457 meninggal sejak Maret 2020. Sementara masyarakat mulai keluar rumah, pusat keramaian dan hiburan serta wisata mulai ramai. Bahkan sebahagian masyarakat mulai lupa dengan Protokol kesehatan.

Tiba-tiba dunia dikejutkan dengan kedatangan Virus baru, Virus Cacar Monyet. Virus ini bukan virus baru, sudah ditemukan sejak tahun 1970 di Afrika. Endemis di Afrika. Sejalan dengan keterbukaan dunia transportasi dan kunjungan antar manusia, maka dunia mulai diwarnai migrasi virus dan penyakit lintas regional.

Trauma dan Stigma akibat Virus Covid-19 membuat masyarakat mencemaskan kehadiran virus cacar monyet atau monkey pox. Kedua Penyakit ini (Covid-19 dan Monkeypox) sama-sama diakibatkan virus.

Perbedaannya jika Covid 19 inkubasinya mencapai 14 Hari dan mulai tanda awal diketahui setelah hari ke-4 diikuti dengan masa kritis apalagi jika penderita memiliki komorbid (penyakit kronis tidak menular) maka fatalitasnya menjadi semakin tinggi sehingga membutuhkan penanganan kedokteran yang serius serta membutuhkan juga peralatan alat bantu pernapasan (Ventilator) dan Oksigen yang cukup.

Dari data WHO, diinformasikan bahwa angka fatalitas Covid-19 mencapai 2,5% keatas. Virus cacar monyet tidaklah terlalu gawat jika dibandingkan dengan Covid-19, sakitnya jauh beda, lebih ringan bahkan tidak berbahaya, demikian pernah disampaikan Dr.Syahril,Sp.P Jurubicara Kemenkes pada (23/08)

Angka fatalitasnya dilaporkan sekitar 0,03%, sangat kecil. Tetapi virusnya sangat merepotkan dan sangat mudah menular. Masa inkubasinya hampir 2 (dua) kali Covid-19 yaitu sampai 28 hari. Selama masa 28 hari, diawali demam, sakit kepala, nyeri otot, kemudian mulai hari ke-4 atau lebih dini, muncul ruam atau bintik-bintik merah pada tangan dan lengan, yang kemudian ke leher, bahagian tubuh lainnya dan sampai ke wajah.

Selama 28 hari ruam berubah menjadi lecet, lepuh berisi nanah, pecah, basah hingga kering menjadi keropeng dan akhirnya menjadi bintik hitam yang akan sangat mengganggu. Selama kondisi tersebut maka penderita masih infektius (mudah menularkan) dan masih butuh waktu pemulihan dan pengembalian kondisi kulit kepada keadaan semula, lebih lama daripada Covid-19.

Perubahan Lingkungan Dan Transisi Epidemiologi

Dunia sedang diserang virus. Sang virus yang biasanya nyaman “ber-inang” atau Host pada hewan tempat hidupnya, kini ditemukan pada manusia. Perpindahan host dari hewan kepada manusia, tidak terlepas dari perubahan ekosistem atau Lingkungan yang semula hewan, banyak dan nyaman dalam habitatnya.

Kemudian sejalan dengan waktu, terganggu bahkan tergusur karena pertumbuhan dan sebaran manusia yang massif. Selama 1.800 tahun terakhir, manusia mengalami pertumbuhan luarbiasa dari semula sekitar 300 juta menjadi 7.700 juta orang, mendiami seluruh daratan bumi.

Kebutuhan bangun pemukiman, perkotaan, pertanian, perkebunan, kesehatan, transportasi dan banyak lagi kebutuhan sekunder bahkan tertier manusia lainnya, menyebabkan tempat hewan semakin sempit dan tersingkir dari lingkungan habitatnya, apalagi sebahagian hewan-hewan tersebut menjadi bahan makanan sebahagian manusia.
Pertumbuhan manusia yang semakin cepat, dengan Total Fertility Rate (TFR) diatas 2, selisih positif akan semakin mempersempit ruang hidup makhluk hewan.

Disisi lain terjadi pula Transisi Epidemiologi, yaitu adanya perubahan dari mortalitas (pola kematian) dan morbiditas (pola penyakit) yang semula lebih disebabkan oleh penyakit menular (communicable disease), kini lebih sering disebabkan oleh penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, Diabetes, Penyakit Ginjal, Kanker dan lain-lain.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2018, menunjukkan semakin meningkatnya Prevalensi penyakit-penyakit Tidak menular, dan usia kelompok risiko semakin muda.

Keadaan terkini, seluruh jenis penyakit meningkat termasuk Penyakit yang semula berhasil dikendalikan, mengalami re-emerging atau bangkit kembali seperti TBC dan Malaria, sehingga muncul fenomena Multy Burden Diseases.

Tantangan nyata kedepan adalah perpindahan inang atau host bakteri maupun virus dari semula pada hewan berpindah pada manusia. Ketika kondisi itu tiba maka aktivitas manusia akan terganggu dengan adanya Endemi, Epidermi bahkan Pandemi yang silih berganti.

Manusia tidak hanya berhadapan dengan masalah kesehatan semata, tetapi multi aspek, menjangkau ekonomi, pendidikan, pangan, sosial, keagamaan dan menggoyahkan Ketahanan Nasional.

Seperti saat ini, yang sedang kita hadapi, mulai dari penurunan produktifitas, bertambahnya pengangguran, meningkatnya inflasi, meningkatnya kemiskinan ekstrim, berkurangnya lapangan kerja, terganggunya pasokan pangan, goyahnya ketahanan pangan, yang semua bisa memicu keresahan sosial.

Meningkatnya kemiskinan, akan memperburuk kualitas kesehatan. Buruknya kualitas kesehatan akan membuat sebahagian masyarakat menjadi semakin miskin. Dulu ada istilah “sadikin” singkatan dari “sakit sedikit miskin”. Apakah kondisi itu masih ada?.

WHO mengingatkan dalam berbagai Deklarasi, bahwa Kemiskinan adalah determinan utama Kesehatan manusia. Disebutkan pula Kesehatan dan Kemiskinan bagai dua sisi mata uang. Kondisi itu tentu tidak kita inginkan. Perbaikan juga tidak bisa semata mengandalkan upaya Pemerintah. Semua skema penanganan kesehatan, selalu mendorong kolaborasi 3 pilar utama untuk bersinergi : Pemerintah, Masyarakat dan Swasta.

Upaya Pencegahan

Michael Blum, pakar Public Health ternama (1974) menegaskan bahwa Status kesehatan seseorang dipengaruhi 4 faktor. Dua faktor utama adalah Lingkungan (Environment) dan Perilaku (Behaviour).

Andai kita menjaga dengan baik lingkungan hidup kita dan memelihara perilaku baik dalam konsep Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) maka dipastikan kita akan selamat dari setiap ancaman penyakit yang terus berubah dan semakin latent sepanjang hidup manusia.
Setiap orang merupakan tokoh utama sistem pertahanan dan pencegahan terhadap ancaman virus.

Apalagi jika sang Virus belum ada obatnya. Dalam berinteraksi, jalankan Protokol kesehatan. Untuk mempersiapkan diri terhadap virus maka setiap orang usia diatas 5 (lima) tahun harus mengikuti program Vaksinasi dan Booster. Tidak sulit hanya butuh rasa tanggungjawab dan kebersamaan.

RadioTalk SEHATSELARAS SmartFM kamis malam dengan topik “Waspada Monkeypox” banyak mendapat pertanyaan dari berbagai kota mempertanyakan beda kedua Virus dan apakah upaya cegah Covid-19 yang sudah dikenal dan dipraktikkan masyarakat lebih 2 tahun ini berguna untuk cegah Virus Cacar Monyet.

Upaya pencegahan penularan virus Cacar Monyet hampir sama dengan Virus Covid-19. Semua kebiasaan baik dimasa Pandemi Covid-19 bisa diteruskan. Bedanya sedikit saja. Untuk cegah Virus cacar monyet, Protokol kesehatan yang paling diutamakan adalah menjaga jarak, jangan sampai bersentuhan dan sering cuci tangan pakai sabun.
Sangat tidak dianjurkan bersalaman ataupun berciuman dan berpelukan. Jika menggunakan Hand sanitizer, pakai yang mengandung alkohol supaya jika ada virus dikulit bisa luruh atau bersih.

Selanjutnya hindari penggunaan alat makan bersama karena berpotensi menularkan, usahakan memisahkan makanan dari makanan orang lain dan antisipasi hewan di rumah yang bisa berpotensi menularkan penyakit ini seperti tikus dan hewan pengerat lainnya dan monyet.

Perbanyak makanan yang mengandung air, bersumber buah-buahan. Sampai saat ini belum ada Vaksin virus cacar monyet untuk peningkatan antibody. Karenanya peran dan kesadaran serta disiplin setiap orang menjadi kunci sukses.

Dengan pembelajaran dimasa Pandemi Covid-19, kita bisa mengendalikan Covid-19 lebih cepat, ketat dan tuntas. Begitu pula terhadap Virus Cacar Monyet (Monkeypox) dengan mudah mencegah lebih cerdas, disiplin dan bertanggungjawab.

Jadilah Dokter Bagi Diri Sendiri.
Bantu Negeri, Pulih Lebih Cepat & Bangkit Lebih Kuat

KA Jakarta-Solo, 26 Agustus 2022

Dr.Abidin /Purna Bhakti ASN; Ketua Umum BPP OBKESINDO.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *