Example 728x250
Beranda

Sebuah Upaya dalam Gagasan “Rumah Konseling Keluarga”

114
×

Sebuah Upaya dalam Gagasan “Rumah Konseling Keluarga”

Sebarkan artikel ini


Penulis : Khairunnas, S.HI., MM.,
(Penyuluh KB Ahli Muda BKKBN)

GOLANSIA.COM – Metode konseling, menjadi sangat efektif dilakukan hingga banyak kalangan menggunakan metode tersebut, salah satunya apa yang digagas melalui Rumah Konseling Keluarga. Apa itu Rumah Konseling Keluarga? Rumah Konseling Keluarga adalah istitusi yang berperan mendampingi suami istri untuk mencari solusi permasalahan pada kedua belah pihak. Gagasan ini hendaknya dapat menlengkapi berbagai langkah pemerintah dalam mewujudkan keluarga yang harmonis dan sejahtera.

Pada Jumat (11/03) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan program Pendampingan, Konseling, dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pranikah. Kegiatan yang dihelat di Pendopo Parasamannya Pemerintah Kabupaten Bantul ini dihadiri oleh Kepala BKKBN, Dr (Hc) Hasto Wardoyo, Menag Yaqut Cholil Qoumas, dan Bupati Bantul Abdul Halim Muslih. Program ini merupakan kerjasama BKKBN dengan Kemenag untuk mencegah stunting yang saat ini masih di angka 24,4 persen per tahun 2021.

Program ini merupakan kerjasama BKKBN dengan Kemenag untuk mencegah stunting.

Merujuk angka stunting per tahun 2019 yang sebesar 27,7 persen, secara nasional, pada tahun 2021 sebenarnya telah mengalami penurunan sebesar 1,6 persen. Data ini berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik. Namun angka ini masih jauh dari target pemerintah sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yaitu sebesar 14 persen pada tahun 2024.

Memberikan informasi, edukasi, dan konseling kepada calon pengantin mejadi salah satu langkah efektif dalam pencegahan stunting di Indonesia.

Oleh karena itu, pemerintah harus membuat formulasi program percepatan penurunan stunting yang mengarah pada intervensi berbasis keluarga beresiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses air minum dan sanitasi. Selain itu, juga perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi sebagai upaya untuk mengetahui dampak intervensi terhadap pencegahan dan penanggulangan stunting.

BKKBN sendiri telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan menjadikan Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebagai ujung tombak penurunan stunting. TPK dibentuk di seluruh wilayah Indonesia, dengan sasaran 150 keluarga untuk setiap tim. TPK terdiri dari tiga komponen, yaitu PKK, kader Keluarga Berencana dan bidan atau tenaga kesehatan. Tugasnya adalah memberikan informasi, edukasi, dan konseling kepada calon pengantin.

Menjaga Keluarga Tetap Utuh
Menyiapkan calon pengantin agar mampu menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik untuk mencegah stunting adalah langkah strategis yang telah diambil pemerintah. Seluruh komponen masyarakat harus menyambut dan mendukung program ini. Namun ada persoalan lain yang juga harus menjadi fokus perhatian semua pihak, yaitu bagaimana menjaga agar keluarga tersebut tetap utuh sehingga dapat mewujudkan tujuan-tujuannya. Menjaga keutuhan rumah tangga agar tidak merujung pada perceraian adalah program berikutnya yang harus digagas pemerintah.

Menurut data BPS, jumlah perceraian di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 447.743, dengan rincian 110.400 cerai talak dan 337.343 cerai gugat. Angka ini lebih tinggi dari dua tahun sebelumnya, yaitu 291.677 pada tahun 2020. Berdasarkan provinsi, kasus perceraian tertinggi pada tahun 2021 ada di Jawa Barat, yakni sebanyak 98.088 kasus. Kemudian diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah, masing-masing sebanyak 88.235 kasus dan 75.509 kasus.

Gagasan Rumah Konseling Keluarga
Berbagai alasan menjadi penyebab terjadinya perceraian. Pada tahun 2021, perselisihan dan pertengkaran terus-menerus menjadi faktor perceraian tertinggi, yakni sebanyak 279.205 kasus. Sedangkan latar belakang lainnya adalah karena faktor ekonomi, karena salah satu pihak meninggalkan pasangannya, kekerasan dalam rumah tangga, dan poligami.

Munculnya perselisihan dan pertengkaran sebagai penyebab utama perceraian menjadi pertanyaan besar yang mesti diberikan jawaban. Apakah serapuh itu rumah tangga sebagian masyarakat Indonesia? Memutuskan untuk bercerai hanya karena pertengkaran yang kadang-kadang diawali oleh persoalan sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan secara baik-baik. Namun, inilah fakta yang didapatkan dari beberapa kasus perceraian yang ditemui di lapangan.

Salah satunya, sebut saja namanya Ayu. Pernikahannya telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun. Selama ini kehidupan rumah tangganya terkesan baik-baik saja. Dia telah dikarunia anak-anak yang mulai tumbuh dewasa. Secara ekonomi keluarganya pun sangat berkecukupan. Namun, karena pertengkaran, dia akhirnya memutuskan untuk menggugat cerai suaminya.

Kasus semacam ini banyak ditemukan pada perceraian-perceraian lainnya. Persoalan utamanya adalah karena ketidakmampuan suami istri untuk mengendalikan egonya. Ketersinggungan yang berujung dengan perasaan “terinjak”nya harga diri menjadi alasan untuk bercerai. Padahal, jika sikap “emosional” ini bisa dikendalikan, maka akan banyak rumah tangga yang bisa diselamatkan.

Melihat latar belakang perceraian sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pemerintah perlu menggagas piranti sosial sebelum pertengkaran rumah tangga berujung pada gugatan cerai di pengadilan. Saya mengusulkan dibentuknya “Rumah Konseling Keluarga”, sebagai wadah bagi keluarga yang “bermasalah” untuk melakukan konsultasi psikologi sebelum mengambil keputusan untuk bercerai.

Bedanya Rumah Konseling Keluarga
Peran Rumah Konseling Keluarga berbeda dengan proses mediasi yang selama ini telah diterapkan di pengadilan agama. Menurut hemat saya, mediasi lebih cenderung pendekatannya ke hukum. Sedangkan Rumah Konseling Keluarga yang akan digagas pendekatannya lebih pada konsultasi psikologi, pemulihan trauma pasca pertengkaran, serta pemulihan kondisi kejiwaaan kedua belah pihak agar dapat kembali melanjutkan kehidupan rumah tangga. Rumah Konseling Keluarga adalah istitusi yang berperan mendampingi suami istri untuk mencari solusi permasalahan kedua belah pihak.

Rumah Konseling Keluarga dapat dibentuk di tingkat desa atau kecamatan. Pengelolanya terdiri dari psikolog keluarga yang ditunjuk pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, petugas kesehatan, Penyuluh Keluarga Berencana, kader KB, dan PKK. Tugasnya memberikan konseling dan pendampingan sebelum masalah rumah tangga berujung pada pengadilan agama.

Baca Berita Seputar Kesehatan dan Kesehatan Lansia Lainnya www.golansia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *