Example 728x250
Beranda

Keluarga adalah Pelindung Anak Paling Utama

85
×

Keluarga adalah Pelindung Anak Paling Utama

Sebarkan artikel ini


Penulis :  Khairunnas, S.HI., MM*

GOLANSIA.COM – Menurut data, sebagian besar kasus kekerasan seksual pada anak terjadi saat orang tua tidak bersama anak. Dalam 24 jam sehari, secara umum waktu anak terbagi menjadi 3, yaitu: 8 jam di sekolah, 8 jam di rumah dan 8 jam di lingkungan yang lain. Situasi ini menggambarkan bahwa anak lebih lama berada dalam kuasa selain orang tua. Pada saat inilah peristiwa kekerasan seksual sering menimpa anak.

Masyarakat Indonesia beberapa waktu lalu juga dikejutkan dengan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang pengelola lembaga pendidikan berasrama di Kota Bandung, Jawa Barat. Tidak tanggung-tanggung, korbannya mencapai 20 orang, sebagian sampai hamil dan melahirkan. Peristiwa ini seolah membuka kotak pandora, betapa rentannya anak-anak menjadi korban kekerasan seksual, bahkan di lembaga pendidikan.

Pentingnya Komunikasi

Kasus pemerkosaan santriwati oleh Herry Wirawan di Kota Bandung harus menjadi perhatian semua pihak. Selama ini, sebagian besar kekerasan seksual pada anak di lembaga pendidikan justru dilakukan oleh para pendidik. Kondisi ini harus menjadi perhatian para pengelola lembaga pendidikan, agar para pendidik tidak menjadi predator kekerasan seksual pada muridnya. Sekolah harus menjadi tempat yang nyaman bagi murid dan mampu menangani berbagai kondisi kejiwaan anak.

Saat ini, ada semacam kesenjangan komunikasi antara guru dengan murid. Kondisi ini harus segera diatasi oleh sekolah, agar masalah-masalah yang dihadapi peserta didik bisa dijembati dengan baik. Selain itu, orang tua juga dituntut untuk berperan aktif dalam membangun komunikasi dengan guru. Hal ini bertujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap permasalahan yang dialami oleh anak sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Keluarga khusunya Orangtua adalah benteng utama untuk menjaga anak-anak agar terhindar dari kekerasan seksual. Oleh karena itu, sejak dini, keluarga harus membangun mekanisme pertahanan diri pada anak ketika mendapatkan ketidaknyamanan atau perlakuan salah dari orang lain dan lingkungannya. Orang tua harus memberikan pemahaman kepada anaknya tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan orang lain padanya. Namun, jika seorang anak telah menjadi korban, maka langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah mencari orang yang terpercaya dalam menjaga privacy anak dan memiliki kemampuan untuk mendampinginya.

Kebiasaan sebagian besar orang tua yang sangat sedikit berbicara bahkan cenderung menghindari untuk membahas seksualitas menyebabkan anak tidak bisa bersikap tegas kepada orang di sekitarnya. Dominasi kata ‘malu’ yang ditanamkan orang tua sejak dini, menjadikan anak menutup diri karena ‘malu’ membicarakan segala sesuatu yang terkait dengan masalah seksualitas. Hal ini seringkali membuat anak berada dalam situasi dan perlakuan yang salah. Akibatnya, anak cenderung menyimpan permasalahannya ketika mengalami tindakan kekerasan dan pelecehan seksual.

Adanya kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak ini nampak dari beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi di lapangan, sebagaimana yang terjadi pada Bunga (bukan nama sebenarnya). Siswi SMP kelas IX di salah satu sekolah di Bogor ini mengalami eksploitasi seksual setelah berkenalan dengan seorang pria melalui jejaring media sosial. Dia diancam oleh kenalannya tersebut jika tidak menuruti keinginannya. Bahkan konten tidak senonoh Bunga telah disebarkan di media sosial. Namun, dalam situasi yang sulit dan tertekan itu, Bunga justru kurang mendapat dukungan dari orang tuanya. Kedua orang tuanya cenderung menyalahkannya, dan berencana “menitipkan”nya ke lembaga pendidikan berasrama, yang mungkin saja bisa menambah masalah baru, sebagaimana yang dialami para santriwati di Kota Bandung itu.

Pendidikan Seksual dan Pola Asuh

Sudah saatnya orang tua harus merubah cara pandangnya dalam pengasuhan anak, khususnya tentang seksualitas. Pengasuhan yang tepat akan membuat anak merasa nyaman, sehingga tidak mudah terperangkap dalam pergaulan yang merusak. Orang tua memainkan peranan penting dalam membantu mengembangkan karakter seorang anak terutama pada masa-masa rentan. Pengasuhan keluarga sangat menentukan kemampuan anak dalam melindungi diri dari predator seksual.

Keluarga harus memiliki visi besar untuk tujuan masa depan yang lebih baik. Ki Hajar Dewantara berpendapat, keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang terikat, mengerti, dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, nyaman, dan berkehendak bersama-sama untuk memuliakan anggotanya. Keluarga harus menjadi pelindung utama anak dari kekerasan seksual.

Segala bentuk sikap dan tindakan yang bermuatan kekerasan tidaklah lazim terjadi dalam lingkungan keluarga, apapun alasan yang melatar belakanginya, baik tujuan pendisiplinan, pembentukan mental, pendidikan, maupun alasan lainnya. Sikap saling mengasihi dan melindungi harus menjadi nilai-nilai utama yang dikembangkan dalam keluarga. Orang tua harus mengembangkan relasi dan pola pengasuhan yang baik pada anak agar mereka memiliki mentalitas yang kuat.

Orang tua harus membangun persepsi dalam keluarga bahwa anak bukan “miniatur manusia”, melainkan “manusia seutuhnya” yang mengalami proses tumbuh kembang. Persepsi bahwa anak sebagai aset keluarga di masa depan sering menimbulkan sikap yang salah terhadap anak sehingga memosisikan anak bukan sebagai subjek. Pemaksaan kehendak orang tua dalam segala hal, minimnya pelibatan anak dalam menemukan solusi atas masalah dalam keluarga, atau minimnya pelibatan anak dalam pengambilan keputusan merupakan sebagian dampak dari pandangan yang salah terhadap anak.

Orang tua perlu bekerja keras dengan sekuat tenaga agar rumahnya menjadi tempat yang ramah bagi anak. Jangan biarkan ada pertengkaran antara anak dengan anak, anak dengan orang tua, dan orang tua dengan orang tua. Kenakalan pada anak seringkali berawal dari permasalahan keluarga. Anak harus dipersiapkan untuk mewarisi budaya dan peradaban masa depan. Kemajuan keluarga, bangsa, dan negara tergantung dari kokohnya keluarga sebagai benteng perlindungan anak.

*) Penyuluh KB Ahli Muda BKKBN Jawa Barat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *