Example 728x250
BerandaCorona

Belajar Dari Abad Ke-7 Tentang Keberhasilan Menghadapi Wabah

88
×

Belajar Dari Abad Ke-7 Tentang Keberhasilan Menghadapi Wabah

Sebarkan artikel ini


[color-box color=” customcolorpicker=” rounded=false dropshadow=false]Lockdown, Isolasi, Karantina dan Social Distancing diterapkan dimasa Rasulullah صلى الله عليه وسلم saat Wabah.[/color-box]

Disadur oleh : Dr.Abidinsyah Siregar (Ahli Utama BKKBN DPK Kemenkes RI/ Ketua Departemen Kesehatan dan Sanitasi Lingkungan PP DMI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Dewan Pakar PB IDI).

Sesungguhnya kehidupan manusia dan tantangannya berulang kejadiannya.
Apa yang kini terjadi sudah terjadi dimasa yang lalu. Bagaimana cara menyikapi kini, akan menggambarkan sejauh mana akal, iman dan ilmu berkembang dari waktu ke waktu..

Wabah Virus Corona

Kini terjadi penyebaran virus Corona yang kemudian diberi nama oleh WHO sebagai Coronavirus Disease That Was Discovered 2019 disingkat COVID-19 karena muncul pada Desember tahun 2019. Nama ini dipilih sangat hati-hati.
Dirjen WHO Mr.Adhanom (Mantan Menkes dan Menlu Ethiopia) memilih nama itu untuk menghindari stigma lokasi geografi, binatang, individual atau kelompok orang.

Semula sebarannya endemik di kota Wuhan, Provinsi Hubei, RR.China.
Berawal dari virus yang diduga hidup normal pada hewan Kelelawar sebagai inang nya (note : inang adalah habitat normal virus nya) berpindah pada manusia pemakan kelelawar. (pendapat lain mengatakan Virus Covid-19 merupakan mutasi dari virus SARS yang pertama ditemukan di China tahun 2002, cepat menyebar ke banyak negara, bukan Pandemi, hilang ditahun 2004).

Virus Covid-19 hidup normal pada kelelawar namun menjadi pembunuh bagi manusia.
Tidak berhenti sampai disitu, ternyata dalam masa inkubasi virus dalam tubuh manusia tertular, bisa berpindah kepada orang lain melalui tangan orang sehat yang menjamah tangan atau berbagai barang yang terkena virus orang sakit melalui droplets (percikan batuk) nya. Virus ini tidak berpindah melalui udara.
Tangan dan jemari manusia yang menjadi alat transportasi virus masuk ke tubuh manusia (note : Cuci tangan pakai sabun, adalah pelindung diri paling utama).

Dalam tempo cepat, perpindahan virus dari orang ke orang sudah lintas Provinsi, berlanjut lintas negara dan kini lintas benua, sehingga WHO pada 12 Maret telah menyatakan sebaran Virus Covid-19 sebagai Pandemi. Negara yang terpapar saat ini hingga minggu 15 Maret malam sudah 156 negara dan 1 Kapal Pesiar, menginfeksi 167.740 orang, meninggal 6.456 orang dan sembuh 76.598 orang, 5.811 orang (7%) dalam kondisi kritis.

Di Indonesia sendiri penyebarannya dari WNI dan WNA yang datang dari Luar Negeri. Dua kasus positif pertama di Indonesia terinfeksi positif virus Covid-19 langsung diumumkan oleh Presiden RI didampingi Menkes RI pada tanggal 2 Maret 2020.

Belum 2 minggu jumlah kasus positif sudah menjadi 117 orang dengan kematian 5 orang. Kasus positif virus Covid-19 sudah menyebar sampai kepada Pejabat Tinggi Negara yaitu Menteri Perhubungan RI.

Kekhawatiran kini berkembang, karena Menhub RI adalah salah seorang Menteri yang paling aktif dan tinggi mobilitasnya, tentu telah bertemu banyak orang. Hal yang sama terjadi pada 116 orang yang perlu dilakukan traching/pelacakan dengan semua orang yang pernah kontak dengan si pasien. (Note : disini ada fenomena Gunung Es. Lihat gambar diatas Estimasi yang dibuat epidemiolog Dr.Dicky Budiman dari Global Health Security & Policy).

Kita percaya Pemerintah yang telah menerbitkan Keppres No.7 Tahun 2020 tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Covid-19 yang dipimpin Kepala BNPB mendapat kemudahan dan kecerdasan dalam praktik penerapan Strategi Tim dan Protokol standar WHO untuk mengendalikan situasi.

PERNAHKAH WABAH TERJADI DI ZAMAN DAHULU?
SEJARAH ISLAM MENCATAT PERNAH MELAKUKAN PENGUNCIAN (LOCKDOWN), LOCKDOWN SALAH SATU CARA TERBUKTI EFEKTIF MEMUTUS RANTAI PENULARAN.

Rasulullah (571 – 632 M) pernah menganjurkan lockdown atau isolasi terhadap masyarakat yang terkena wabah. Dimasa itu pernah terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan, sebelum diketahui obatnya.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga memerintahkan untuk tidak mendekati dan melihat orang yang mengalami kusta atau lepra (Hadist riwayat Bukhari).

Pernah pula terjadi wabah luas mengenai suatu wilayah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengingatkan agar tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah, dan sebaliknya jika berada didalam wilayah wabah dilarang untuk keluar.

Diriwayatkan didalam hadist, yang artinya : “Jika kamu mendengar wabah disuatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah ditempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada masa yang berbeda, pernah pula terjadi wabah Tha’un (penyakit menular mematikan) pada suatu komunitas.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya ditempat isolasi khusus jauh dari pemukiman penduduk.

Jika ummat Islam menghadapi wabah ini dalam kesabaran, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari, disebutkan janji surga dan pahala yang besar.
Artinya mereka yang wafat dalam kesabaran dan ikhlas (mengunci diri demi keselamatan sesama) saat terjadi wabah atau epidemi atau pandemi, mereka adalah SYAHID.
Kesabaran ini menjadi inti kemuliaan bagi setiap orang yang terpapar wabah.

Wabah Tha’un disebabkan bakteri ganas yang disebabkan PASTEURELLA PESTIS. Suatu bakteri gram negatif yang bisa hidup dengan atau tanpa oksigen (anaerob fakultatif).

Epidemik penyakit ini pernah merenggut banyak korban dalam sejarah manusia, termasuk wabah pada tahun 542 M.

Tahun 1894, bakteri ini ditemukan oleh Alexander Yersin seorang bakteriolog Institute Pasteur asal Swiss/Prancis. Atas prestasi Yersin, bakteri itu diganti namanya dari Pasteurella Pestis menjadi YERSENIA PESTIS.

Kisah Wabah di Masa Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه Tahun 18H

Sebuah buku karya Syaikh Ali Ash Shalabi, menulis tentang kisah yang dialami Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه pada Tahun 18 Hijriyah.

umar bin khattab

Dituliskan detail.
Hari itu Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam. Negeri Syam adalah suatu kawasan diantara Suriah, Palestina, Lebanon dan Jordania.
Tempat itu adalah tanah kelahiran agama samawi yakni Yahudi, Nashrani dan Islam.

Rombongan Khalifah berhenti di perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha’un di Amwas yang melanda negeri tersebut.
Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.

Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar Bin Khattab رضي الله عنه, adalah Gubernur Negeri Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan Khalifah Umar رضي الله عنه.

Terjadilah dialog yang hangat antar para sahabat, membicarakan apakah rombongan mereka masuk ke Negeri Syam atau pulang ke Madinah..

Khalifah Umar رضي الله عنه yang cerdas tidak ingin buru-buru membuat keputusan, ia minta saran kaum muhajirin (mereka yang ikut terus dalam dakwah Islamiyah) ternyata banyak berselisih pendapat.
Kemudian Umar رضي الله عنه memanggil kaum anshar (kaum muslim yang berasal dari Madinah) juga banyak perselisihan pendapat.

Selanjutnya dipanggil para pembesar Quraisy dan para pejuang kota Makkah (Fathu Makkah) tampak jalan terang. Kata mereka “menurut kami engkau harus mengevakuasi orang-orang itu dan jangan biarkan mereka mendatangi wabah ini”.

Gubernur Negeri Syam Abu Ubaidah ra yang sangat menginginkan mereka masuk, berkata “Wahai Amirul Mukminin, apakah ini lari dari takdir Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى‎?”

Khalifah Umar رضي الله عنه berkata, “benar ini lari atau berpaling dari takdir Allah ke takdir Allah yang lain.
Tidakkah engkau melihat, seandainya engkau memiliki unta dan lewat disuatu lembah dan mendapatkan dua tempat untamu yang subur dan yang gersang, kemana akan engkau arahkan untamu?, Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah?”

Sesungguhnya dengan kami pulang, kita hanya pindah dari takdir satu ke takdir yang lain.

Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika datang Abdurrahman bin Auf ra mengingatkan kejadian yang sama dimasa Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya”
(HR. Bukhari & Muslim)

Rombongan Khalifah Umar رضي الله عنه akhirnya pulang ke Madinah.

Khalifah Umar رضي الله عنه merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yg dikaguminya, Abu Ubaidah ra.
Beliau pun menulis surat untuk mengajak Abu Ubaidah ra ke Madinah.

Namun beliau adalah Abu Ubaidah ra, yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya. Khalifah Umar رضي الله عنه pun menangis membaca surat balasan itu..
Tangisnya semakin bertambah ketika Khalifah Umar bin Kahatab رضي الله عنه mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha’un dinegeri Syam.

Abu Ubaidah adalah sahabat yang menjadi tameng Rasulullah صلى الله عليه وسلم pada Perang Uhud.

Diperhitungkan 25.000-30.000 orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Pada abad ke-7 sekitar Tahun 632 M bersamaan dengan Tahun 18 Hijryah belum ada ilmu Kedokteran dan Obat-obatan apalagi Vaccin untuk Wabah.
Akan tetapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memberikan solusi, memang tidak bisa mencegah seluruhnya, tetapi setidaknya dapat meminimalisir jatuhnya korban yang lebih banyak. Dikhawatirkan orang yang memasuki daerah wabah akan ikut terjangkit, dan sebaliknya orang yang sudah terlanjur dalam wilayah wabah dilarang keluar ke daerah lain karena dikhawatirkan membawa wabah keluar sehingga memakan korban lebih banyak lagi.
Sungguh tidak terbayangkan apa yang terjadi jika Abu Ubaidah ikut ke Madinah.

Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam
Kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam.
Hasil tadabbur/pendalaman beliau dan kedekatan dengan alam ini menjadi suksesnya.
Amr bin Ash berkata: “Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jaga jaraklah dan berpencarlah kalian dengan menempatkan diri di gunung-gunung”.

Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung.
Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.
Dalam bahasa kini, bakteri atau virus tidak menemukan inang baru atau manusia baru tempat inkubasi baru.

Kisah Pilu di Benua Eropa

Bisa dibandingkan kisah wabah Tha’un di Amwas Negeri Syam di abad ke-7 dengan wabah mematikan di Eropah pada abad ke-14, yang dikenal sebagai “Black Death” yang membunuh sedikitnya 75 Juta jiwa (sebahagian laporan menyebut sampai 200 juta).

Wabah Kematian Hitam mematikan sepertiga populasi penduduk Eropah.

Orang-orang Eropah tidak tahu bagaimana mencegah penyebaran wabah .
Mereka hanya bisa berdoa massal, berharap penyakit mematikan itu berakhir.
Ini terjadi tahun 1347-1353.

Solusi sukses menghadapi wabah luas dan ganas mematikan, adalah Karantina atau Lockdown.

Dalam praktiknya adalah : Jangan memasuki daerah wabah, dan sebaliknya jangan ada yang keluar dari daerah wabah.

Dalam makna yang sama, Manusia sehat jangan mendekati daerah/orang terpapar wabah, dan sebaliknya Orang terpapar tidak boleh keluar dari tempatnya.

Ini adalah prinsip dasar Karantina, Isolasi dan atau Lockdown.
Inilah makna sabda Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya”

Hikmah dari Sejarah Wabah

Pertama : KARANTINA / LOCKDOWN
Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم diatas, maka itulah konsep karantina/ Isolasi/ lockdown yang hari ini kita kenal.
Mengisolasi daerah yang terkena wabah.

Lockdown/Karantina/Isolasi menjadi Rekomendasi World Health Organization (WHO) untuk seluruh Negara jika terjadi Epidemi atau Pandemi. Seluruh Negara wajib menjalaninya.

Kedua, BERSABAR.
Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum yang beriman dan sabar.

“Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Ketiga, BERBAIK SANGKA dan BERIKHTIARLAH.
Karena Rasulullah Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
“Tidaklah Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya” (HR. Bukhari)

Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه berikhtiar menghindarinya dari satu Takdir ke Takdir Allah yang lain, serta Gubernur Negeri Syam Amr bin Ash yang berikhtiar menghapusnya dengan melakukan ISOLASI atau KARANTINA, dengan cara Berpencar ke gunung-gunung, menjaga jarak dan menetap di posisinya sampai waktu masa wabah berakhir.
Inilah yang kini disebut SOCIAL DISTANCING.

Keempat, banyak BERDOA.
“Bismillahilladzi laa yadhurru ma’asmihi, say’un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul’alim”
(artinya: Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu dibumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Semua solusi itu sudah ada,
Solusi Bumi dan Solusi Langit..

MARI KITA SIKAPI PANDEMI COVID-19 DENGAN CERDAS, SABAR, RASIONAL, TERUKUR, HATI-HATI DAN BERTANGGUNGJAWAB.

JANGAN PANIK, JANGAN ABAI DAN JANGAN PULA BERLEBIHAN.

Semoga Bangsa Indonesia senantiasa dalam lindungi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى

Diramu dari berbagai sumber.
Sunter Jaya, 15 Maret 2020 jam 23.32
وَعَلَيْكُمْ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Dr.Abidin/GOLansia.com

# Silahkan Share, jalan amaliyah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *